Epilepsi dan Depresi: Cerita Kematian Ian Curtis dari Joy Division

RTC UI FM
3 min readOct 5, 2022

--

Written by: Fathan Anindito — Music Director

Kesehatan mental menjadi hal yang lumrah untuk dibicarakan zaman sekarang, bahkan sempat menjadi sebuah “tren” ketika media mainstream dan kultur pop mulai ramai mengangkat isu tersebut. Akibatnya, orang-orang pun menjadi lebih teredukasi tentang hal tersebut. Namun, jika bicara soal kesehatan mental dan musik, ada satu tokoh yang muncul pada benak saya. Seorang legenda dari Manchester, Inggris. Bukan, bukan Morrissey.

Ya, tokoh tersebut adalah Ian Curtis, vokalis band post-punk asal Inggris, Joy Division. Ian dikenal sebagai musisi dengan vokal bass-baritone, gaya menari yang agresif dan radikal, serta lirik-lirik yang sering menggambarkan kesedihan, kehampaan, dan kesendirian. Lirik-lirik tersebut ditulis bukan tanpa alasan.

sumber: https://dynaimage.cdn.cnn.com/cnn/c_fill,g_auto,w_1200,h_675,ar_16:9/https%3A%2F%2Fcdn.cnn.com%2Fcnnnext%2Fdam%2Fassets%2F220521100522-01-joy-division-ian-curtis-death-intl-scli.jpg

Ian Curtis bunuh diri setelah dua tahun melawan epilepsi dan depresi. Pada kurun waktu tersebut, Ian mengalami emotional detachment disorder dan mood swings ekstrim yang disebabkan oleh obat anti-epilepsinya. Akhirnya Ian memutuskan untuk gantung diri di dapur rumahnya pada tahun 1980, saat dirinya masih berusia 23 tahun.

Selain medikasi, masalah pada kehidupan personal Ian juga memperparah kondisi mentalnya. Ian menikahi seorang gadis bernama Debbie pada umur 19 tahun dan Ia menyesali keputusannya tersebut meski sudah dikaruniai seorang anak perempuan. Ian berselingkuh dengan seorang jurnalis asal Belgia bernama Annik dan perselingkuhannya sangat menghantuinya yang merasa bersalah karena sudah mengkhianati istri dan anaknya.

Kematian Ian seharusnya dapat dicegah setidaknya oleh orang terdekatnya. Pasalnya, kondisi mental Ian sangat gamblang terpampang pada penampilan fisiknya. Pada performance Joy Division di Granada TV –yang disiarkan ke seluruh Inggris– terlihat jelas ekspresi wajah Ian Curtis yang sangat menggambarkan penderitaan.

Selain itu, Ian juga sudah secara eksplisit menceritakan apa yang dirasakannya pada lirik-lirik di lagu Joy Division. Seperti pada lagu “Twenty Four Hours” yang menceritakan tentang bagaimana ia sudah tidak kuat lagi dengan kondisinya, dan “She’s Lost Control” yang menceritakan tentang epilepsi.

“Oh how I realised how I wanted time,

Put into perspective, tried so hard to find,

Just for one moment, thought I’d found my way.

Destiny unfolded, I watched it slip away.”

(Twenty Four Hours)

“And she screamed out, kicking on her side, and said

‘I’ve lost control again’

And seized up on the floor, I thought she’d die

She said, I’ve lost control’”

(She’s Lost Control)

“Atmosphere” menceritakan tentang pernikahannya yang kandas, dan “Isolation” menceritakan tentang kesendiriannya. Meski begitu, kesadaran orang-orang tentang mental health pada tahun 80-an memang belum tinggi, sehingga tidak ada yang tahu apa yang harus mereka lakukan dan bahkan ada beberapa yang meremehkan kondisinya.

“Walk in silence

Don’t walk away, in silence”

(Atmosphere)

“Mother I tried please believe me

I’m doing the best that I can

I’m ashamed of the things I’ve been put through

I’m ashamed of the person I am

(Isolation)

Teman-teman bandnya pun mengakui hal itu. Peter Hook –basis Joy Division– menyatakan bahwa dia benar-benar tidak sadar akan apa yang Ian hadapi. Dia berkata bahwa yang paling menyedihkan adalah bagaimana dia sebagai teman terdekatnya tidak teredukasi sama sekali tentang cara menghadapi situasi Ian.

Banyak sekali bentuk tribute yang dibuat untuk mengenang sosok Ian Curtis. Pada 2007, film biopic tentang kehidupan Ian Curtis yang berjudul Control dirilis. Film itu disutradarai oleh fotografer Joy Division dan berbasis pada buku Debbie Curtis. Berikut adalah sedikit cuplikan dari film tersebut.

Meski sudah meninggal, sosok Ian Curtis akan terus dikenang sebagai salah satu musisi rock paling berpengaruh pada tahun 80-an dan karyanya masih terus menginspirasi jutaan orang setelah 42 tahun kematiannya. Perjuangannya melawan depresi dan epilepsi akan terus dikenang terutama bagi orang-orang yang memiliki kondisi yang sama dengannya.

sumber: https://resources.stuff.co.nz/content/dam/images/1/4/k/n/y/w/image.related.StuffLandscapeThreeByTwo.1464x976.14knnt.png/1430430052525.jpg

Ya, tokoh tersebut adalah Ian Curtis, vokalis band post-punk asal Inggris, Joy Division. Ian dikenal sebagai musisi dengan vokal bass-baritone, gaya menari yang agresif dan radikal, serta lirik-lirik yang sering menggambarkan kesedihan, kehampaan, dan kesendirian. Lirik-lirik tersebut ditulis bukan tanpa alasan.

--

--

RTC UI FM
RTC UI FM

Written by RTC UI FM

The Best Student Radio In Town! Universitas Indonesia’s one and only radio, now bringing you opinion pieces. For further enquiry, contact rtcuifm@gmail.com

No responses yet