Review by: Raihan Mirza — Music Director
Thomas Bergersen seakan tidak pernah gagal untuk membuat kita mengagumi karya-karyanya di tiap album. Beliau ataupun Two Steps From Hell, perusahaan produksi musik yang didirikannya, selalu memiliki kejutan tersendiri di tiap lagunya. Pada 1 Juli 2020 lalu, fans diberi kejutan yang tidak disangka-sangka sebelumnya. Bagaikan nyanyian Anna di film Frozen pertama, “For the First Time in Forever”, Two Steps From Hell bersama Bergersen melakukan siaran langsung perdana yang menampilkan video musik pertama mereka setelah sekian lama dengan judul “L’Appel Du Vide”. Dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan sebagai “Panggilan Kehampaan”.
“Babak utamanya bercerita tentang kebebasan, kekuatan, kesatuan… yang mana kita rasa dibutuhkan dunia sekarang”, begitu keterangan Two Steps From Hell atas Humanity Chapter I di laman Facebook mereka. Dari deskripsi tersebut dan aransemen orkestra yang digunakan Two Steps From Hell dalam mayoritas lagu-lagunya, tidak heran kalau perusahaan musik yang didirikan pada tahun 2006 silam ini sangat ahli mengaduk emosi dan pendengar dibuat merinding oleh mahakaryanya. Build up yang sangat detil mulai dari piano lembut, string, brass hingga perkusi disusun sedemikian rupa membentuk harmoni yang tiada duanya. Pada beberapa lagu, intro dibuka dengan paduan suara empat suara dan bahkan gitar akustik. Build up yang sama dapat kita temukan di album Unleashed (2017) dan Battlecry (2015) namun dengan atmosfer dan tema lagu yang berbeda. Lagu “Impossible” dari album Unleashed(2017) memakai intro woodwind dan flute yang, sayangnya, dalam album ini jarang digunakan. Padahal jika kita sandingkan dengan deskripsi albumnya, intro dengan gaya tersebut sangatlah cocok. Kejutan lain seperti masuknya bagian gitar elektrik dari Claudio Pietronik ikut serta menambah level epicness dari karya ini. Penyanyi wanita legendaris asal Norwegia yang menghiasi banyak lagu dari Two Steps From Hell maupun Bergersen sendiri, Merethe Soltvedt mengiringi bagian chorus hingga coda.
Aura lagu yang berada di urutan ke-5 dari total sembilan lagu yang ada dalam album ini untuk beberapa alasan terasa agak gloomy pada awalnya, namun ketika bagian string mulai masuk, berubah menjadi uplifting dan terkesan memberi semangat. Mood dan emosi serupa pernah juga dibuat oleh sahabat dekat Bergersen sekaligus salah satu pendiri Two Steps From Hell, Nick Phoenix dengan tajuk “Aratta” dari album Classics, Vol. 2 dan “Archangel” dari album Archangel (2011). Sementara bagian uplifting yang dilengkapi paduan suara juga pernah dikarang Bergersen dalam “Black Blade” dan “Blackheart”. Masing-masing dari album Invincible (2010) dan SkyWorld (2012).
Video premier dari L’Appel Du Vide tidaklah seperti video-video rilisan Two Steps From Hell biasanya. Pada video klip tersebut, sang komposer turut ambil bagian dan menjadikan video klip tersebut bagaikan trailer dari film-film Blockbuster. Apakah Bergersen sendiri ikut menyumbang suara dan bernyayi dalam lagu ini seperti pada “Sun and Moon”dari album SkyWorld (2012)? Sayangnya tidak, sang maestro hanya menjadi aktor kali ini dan bermain sebagai karakter utama. Video musik “L’Appel Du Vide” dibuka dengan piano solo yang lembut oleh Bergersen sendiri. Ia terlihat memainkan pianonya di ruang tengah sebuah mansion yang megah. Kemudian video menampilkan Bergersen bersama kekasihnya di ruang rawat rumah sakit, yang sepertinya hampir tidak memiliki harapan untuk bertahan hidup. Bagian instrumen string mulai mengiringi bersamaan dengan ditampilkannya kilas balik Bergersen bersama kekasihnya. Seiring dengan berjalannya video, instrumen string menjadi semakin intens. Bergersen bersama dua orang temannya dalam video memutuskan untuk mengambil tindakan, yakni membuat defibrillator yang dinyalakan dengan alat musik untuk membantu kekasih Bergersen yang sekarat. Video mencapai puncaknya saat pada dokter dan petugas keamanan memaksa Bergersen dan dua temannya keluar ruangan. Permainan gitar elektrik dari Pietronik dan nyanyian solo Soltvedt menambah intens suasana, hingga akhirnya sang kekasih kembali membuka mata. Video ditutup dengan decrescendo dan biola solo dari Bergersen.
“Dunia penuh dengan kemungkinan, tekstur, warna, emosi, petualangan dan kisah yang menunggu untuk diciptakan dan dijelajahi, dibentuk dan dikombinasikan. “Humanity” adalah pernyataan perlawanan artistik utama dan peringatan untuk diriku sendiri. Pikiranku berubah total, tersebar di kanvas untuk didengar dan dijelajahi semua orang”, jelas Bergersen di laman Facebook miliknya. Dari pernyataan sang maestro tersebut, dapat kita pahami bahwa “L’Appel Du Vide” bukan hanya sekadar karya musik, ia memiliki nilai lebih dari sebuah karya seni, ia membawa kritik dan pesan sosial yang sudah terkubur lama dan dilupakan oleh masyarakat luas. Bahwa tiap individu memiliki sesuatu yang unik, sesuatu yang menjadi ciri khas pada diri masing-masing. Sayangnya, tidak semua orang dapat menghormati hal tersebut. Masih ada sebagian dari kita yang setia pada kebiasaan lama. Selama masih menjadi tradisi, hal itu dianggap biasa saja, bagus atau tidaknya pun seakan tidak dilirik.
Bergersen, bercermin dari pengalaman pribadinya, ingin mengangkat masalah ini ke dalam karyanya dan turut ingin mengingatkan khalayak luas juga. Kombinasi dari struktur aransemen yang menggugah telinga pendengar dan pesan implisit dari video klipnya, harus diakui tidak semua orang dapat menangkap pesannya dikarenakan level kompleksitas yang tinggi. Namun bagi kita yang mengerti, haruslah menyebarkan pesan tersebut dan mengaplikasikannya. L’Appel Du Vide mengatakan apa yang tertera pada dirinya. Layaknya majas ironi, judul berbahasa Prancis tersebut menantang pemikiran siapapun yang membacanya. Kita semua tahu bahwa kehampaan atau kekosongan tidak memiliki apapun, tetapi Bergersen seolah memberinya nyawa dan membuatnya dapat berbicara sehingga terciptalah “suara kehampaan”.