Swipe Left pada Buku Elektronik? Manfaat Tersembunyi dari Membaca Buku Cetak
Written By: Michilo Palamarta — News Reporter
Sumber: managedoutsorce.com
Yang hobi baca, absen yuk! Pastinya gak sedikit ya di antara kita yang suka ngisi waktu luang dengan membiarkan mata melintasi kalimat-kalimat, selagi bertemu dengan konsep-konsep baru dan menyerapnya seperti spons. Baik itu novel sebagai penghibur, nonfiksi buat memperluas wawasan, ataupun modul mata kuliah yang dikasih sama dosen, gak bisa ditolak kalau membaca dan juga buku udah jadi bagian integral dalam kehidupan kita. Dengan perkembangan zaman yang mendorong hobi satu ini, udah gampang banget buat ngebaca di mana pun dan kapan pun cuma dengan modal HP.
Dengan aksesibilitas buku elektronik, wajar bagi orang untuk berpikir kalo buku-buku cetak udah jatuh dari relevansi. Nyatanya, buku-buku fisik masih punya tempat di dunia modern ini. Gen Muda tau gak, kalo ternyata ada manfaat dari membaca hardcopy yang didukung penelitian ilmiah? Yuk, simak beberapa darinya!
Lebih Mudah Diserap dan Melatih Pikiran!
Fakta satu ini didukung oleh penelitian dari Universitas Valencia pada tahun 2023. Dalam penelitian tersebut, ditemukan bahwa pada umumnya, pemahaman yang didapatkan dari membaca buku fisik enam sampai delapan kali lebih baik daripada buku digital. Dalam penelitian lain, ditemukan juga bahwa buku elektronik sedikit kurang bagus untuk memahami kronologi peristiwa dalam suatu cerita, setidaknya jika dibandingkan dengan buku cetak. Kedua hal tersebut memberikan gambaran mengenai perbedaan tingkat pemahaman yang diserap dari kedua medium berbeda.
Selebihnya, buku fisik juga mendorong pembacaan yang lebih mendalam, perlahan, dan penuh kesadaran. Ketika sedang agak enggan membaca, apalagi jika ada bagian buku yang kurang diminati, mudah untuk dilewati aja di ebook dengan sekadar menggeser layar. Sementara itu, kita perlu mengeluarkan usaha untuk berpindah halaman dalam kasus buku analog, yang secara tidak sadar membuat kita lebih termotivasi untuk menyerap isinya dengan lebih sabar dan perlahan, yang akhirnya menuju ke penyerapan yang lebih efektif. Hal ini sangat berguna untuk pembaca-pembaca muda, yakni anak-anak, untuk menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan literasi dalam diri melalui interaksi dengan buku itu sendiri.
Mata Berterima Kasih, Tidur Lebih Mulus?
Sama halnya dengan gawai-gawai lain, membaca dari layar perangkat atau pembaca elektronik dalam waktu lama dapat menyebabkan ketegangan mata digital atau sindrom penglihatan komputer . Gejalanya termasuk mata lelah, kering, sakit kepala, hingga penglihatan kabur. Hal ini terjadi karena layar memancarkan cahaya yang dapat membuat mata bekerja lebih keras untuk fokus. Selain itu, kita cenderung lebih jarang berkedip saat menatap layar, yang menyebabkan mata lebih cepat kering dan mengalami iritasi. Sebaliknya, membaca buku fisik lebih ramah untuk mata. Kertas tidak memancarkan cahaya sehingga tidak memberikan tekanan berlebih pada mata. Selain itu, kita bisa lebih bebas mengatur jarak baca dan pencahayaan ruangan tanpa harus terpapar pantulan cahaya silau dari layar.
Selain itu, sinar biru yang dipancarkan layar perangkat elektronik, termasuk pembaca elektronik dengan lampu latar, memiliki efek langsung pada ritme sirkadian tubuh kita. Paparan sinar biru di malam hari dapat menghambat produksi melatonin, hormon yang bertanggung jawab dalam mengatur siklus tidur. Inilah yang membuat kita lebih sulit mengantuk meskipun tubuh sudah lelah. Membaca buku fisik di malam hari adalah alternatif yang jauh lebih baik jika ingin bersantai sebelum tidur. Tanpa paparan sinar biru, otak dapat berelaksasi lebih baik, dan produksi melatonin tetap berjalan normal, sehingga membantu kita tidur lebih cepat dan lebih nyenyak.
Banyak orang memiliki kebiasaan membaca sebelum tidur. Jika dilakukan dengan buku fisik, kebiasaan ini dapat menjadi rutinitas yang menenangkan, mengurangi stres, dan membantu otak beralih ke fase istirahat. Sebaliknya, membaca dari layar justru dapat memberikan efek sebaliknya, membuat otak tetap aktif dan menunda rasa kantuk. Bahkan, beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang yang membaca dari layar sebelum tidur cenderung merasa lebih lelah keesokan harinya dibandingkan mereka yang membaca dari buku fisik. Hal ini disebabkan oleh kemampuan cahaya layar dalam mengganggu fase tidur REM, yang penting untuk pemulihan mental dan fisik.
Lebih Terlibat Secara Sensorik dan Emosional?
Buku fisik bukan hanya sekadar kata-kata yang dikandungnya, melainkan juga sebuah alat untuk menstimulasi pancaindra dan menyesuaikan pemikiran. Hal-hal kecil yang tampaknya sepele, seperti tindakan mengganti halaman, merasakan kertas di jari-jari, serta bau lem dan bubur kertas yang terkadang masuk ke hidung, semuanya berkontribusi terhadap pengalaman membaca secara keseluruhan. Tanpa disadari, beragam stimulus kecil seperti itu membantu otak untuk mengenal dan membiasakan diri dengan kegiatan membaca itu sendiri. Dengan pengulangan, kata-kata dalam buku akan semakin mudah diserap oleh pikiran.
Selain untuk penyerapan informasi dan retensi, sifat fisik suatu buku juga berperan penting dalam identitas suatu karya. Jauh lebih mudah untuk membedakan buku cetak daripada buku elektronik, yang hanya bisa mengandalkan tampilan visual tanpa karakteristik lain yang dapat membuatnya menonjol dalam suatu koleksi. Di sisi lain, banyak faktor yang membentuk karakteristik dan keunikan suatu buku fisik, seperti tekstur dan warna kertasnya, bobot dan ketebalan buku, maupun warna serta desain sampul. Seluruh elemen tersebut saling berpadu, membentuk identitas suatu buku, sehingga tidak sulit untuk membedakan buku fisik tertentu di antara koleksi dalam suatu lemari. Sebagai contoh nyata, karya-karya Tere Liye, dengan gaya desain sampulnya yang unik, pasti dapat langsung dikenali di antara ribuan buku di perpustakaan atau toko buku.
Apakah Buku Elektronik Tidak Berguna?
Heh, bukannya tadi dibilang jangan cepat-cepat menarik kesimpulan, ya? Benar sih, kalo kebanyakan dari artikel ini bercondong ke sisi buku fisik, namun hal itu gak meniadakan peran buku elektronik. Bagaimanapun juga, di masa ini di mana gawai dan HP telah menjadi barang integral dalam hidup kita, akan selalu lebih nyaman untuk membaca buku melalui suatu barang yang sudah hampir menempel di telapak tangan kita. Buku elektronik jelas memiliki tempatnya di dunia modern ini, namun tidak akan mampu untuk sepenuhnya menggantikan pendahulunya.
Inti dari pembahasan ini sebenarnya bukanlah untuk memutuskan mana yang lebih baik dari yang lain, melainkan untuk mengetahui mengenali mana yang lebih cocok untuk diri berdasarkan situasi dan keadaan. Dalam kehidupan yang sibuk, misal, fleksibilitas dan portabilitas buku elektronik menyediakan alternatif yang sangat baik untuk kebutuhan literasi. Sementara itu, jika waktu membolehkan, lebih ideal untuk mengisinya dengan merelaksasikan diri dengan menyerap isi buku yang dipegang langsung oleh tangan secara perlahan. Di akhir cerita, baik membalik halaman maupun menggeser layar, yang paling penting adalah anda membaca.
Sumber:
https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6384527/
https://www.deseret.com/lifestyle/2024/04/23/reading-paper-books-better/
https://www.aao.org/eye-health/tips-prevention/screen-use-kids
https://www.psychologytoday.com/us/blog/well-read/202402/the-case-for-paper-books-vs-e-readers