Thrifting for Change: Mengubah Dunia Mode dengan Kesadaran Lingkungan
Written by: Kaka Effelyn M. S. — News Director
“Tidak ada kata terlambat untuk menyelamatkan bumi kita.”
Fashion telah menjadi budaya dan identitas bagi seseorang. Belakangan ini, perkembangan industri fashion sangat melesat, ditandai dengan munculnya fast fashion yang kian menjamur. Fast fashion sendiri merupakan sebuah konsep bisnis industri fashion yang memproduksi pakaian ready to wear dengan pergantian mode yang cepat dan dapat diakses oleh semua kalangan. Pada dasarnya, fast fashion ada karena melonjaknya permintaan pasar. Sehingga industri fashion memproduksi pakaian secara massal dalam waktu yang relatif singkat.
Walaupun demikian, dampak dari fast fashion ini tidak baik bagi lingkungan. Merujuk pada World Bank Group, industri fashion menghasilkan 10% emisi karbon global per tahun. Emisi karbon yang dihasilkan oleh industri fashion lebih besar daripada emisi karbon penerbangan internasional dan pelayaran maritim. Selain itu, ada beberapa dampak lain seperti pencemaran air akibat bahan kimia. Apabila dampak-dampak ini diabaikan, lingkungan kita akan semakin tercemar dan perlahan-lahan akan rusak.
Lalu, bagaimana kita sebagai manusia yang bertanggung jawab atas lingkungan dapat mencegah kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh fast fashion ini? Jawabannya adalah mengurangi pembelian pakaian dengan konsep fast fashion. Kita harus bisa menahan diri untuk tidak terbawa arus industri fashion yang makin menggiurkan. Menggunakan kembali pakaian yang masih layak pakai juga dapat menjadi solusi.
Thrifting juga dapat menjadi alternatif apabila kita ingin membeli pakaian tapi tidak ingin merusak lingkungan. Thrifting pakaian merupakan sebuah konsep membeli pakaian bekas yang masih layak pakai. Kondisi pakaian thrift memang tidak selalu 100% baik, tetapi tidak dipungkiri juga ada beberapa pakaian yang masih baru bahkan masih memiliki label merknya. Konsep thrifting ini sudah ada sejak tahun 1760–1840 tapi baru berkembang di Indonesia sekitar tahun 1990–2000. Pasar pertama yang menjual pakaian thrift di Indonesia adalah Pasar Baru (1994–1995).
Banyak sekali keuntungan yang kita dapatkan apabila kita mengubah gaya hidup berbelanja fashion kita ke konsep thrifting ini. Thrifting memberikan kesan dan sensasi belanja yang tidak bisa kita dapatkan jika kita membeli pakaian dengan konsep fast fashion. Hal ini dikarenakan barang-barang yang dijual secara thrifting hanya berjumlah satu setiap modelnya. Sehingga pakaian yang kita kenakan tidak akan sama dengan pakaian orang lain. Selain itu, model pakaian thrift juga beragam dan tidak membosankan.
Membeli pakaian thrift dapat menghemat uang kita karena harga yang ditawarkan pada pasar thrift tergolong murah. Biasanya harga pakaian dibanderol mulai dari Rp 5000 saja. Jika kita membawa uang Rp 100.000 maka kita bisa mendapatkan pakaian lebih dari satu. Berbeda dengan fast fashion, uang Rp 100.000 biasanya hanya mendapat satu pakaian saja.
Keuntungan utama membeli pakaian thrift adalah mencegah pencemaran lingkungan. Konsep thrifting ini sama dengan konsep reuse atau menggunakan kembali. Jika kita membeli pakaian thrift maka produksi pakaian fast fashion akan mengalami penurunan. Penurunan produksi fast fashion tentunya dapat mengurangi limbah-limbah kimia yang mencemari air bersih kita. Emisi karbon akibat industri fashion juga akan berkurang apabila kita mulai beralih ke konsep thrifting ini.
Dengan demikian, kesadaran mencintai lingkungan diperlukan untuk menciptakan bumi yang lebih sehat lagi. Melalui konsep thrifting pakaian, kita tidak hanya mengurangi limbah tekstil, tetapi juga memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan untuk generasi mendatang. Sudah waktunya kita semua dapat mengambil langkah-langkah kecil untuk menjaga keberlanjutan alam kita. Mari bersama-sama menjaga bumi kita agar tetap indah dan lestari untuk masa depan yang lebih baik.